Dolar AS menguat di sesi perdagangan Jumat (10/Juni) malam ini, setelah data inflasi konsumen (CPI) AS bulan Mei dilaporkan melesat. Pasar mengasumsikan bahwa data tersebut berarti The Fed harus kembali melanjutkan kenaikan suku bunga untuk menanggulangi dampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam basis tahunan, CPI AS naik 8.6% dari 8.3% pada bulan April. Padahal sebelumnya, para ekonom mengekspektasikan bahwa CPI bulan April sudah merupakan puncak inflasi.
Perkiraan yang meleset tersebut spontan menaikkan kembali prediksi hawkish kebijakan moneter The Fed. Dalam rapat FOMC bulan ini, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi hingga 50 basis poin. “Inflasi saat ini sudah berada di rekor tertinggi 40 tahun dengan sedikit bukti yang menunjukkan (telah mencapai) puncak,” kata John Doyle, analis di Monex AS.
“Saham-saham melanjutkan pelemahan, di tengah ekspektasi bahwa The Fed dapat menembukan lingkup untuk mempercepat kenaikan suku bunga. Greenback terdukung oleh divergensi kebijakan (moneter) dan sentimen penghindaran risiko,” kata Doyle.
Indeks Dolar naik 0.83% ke level 104.18, kembali ke tertinggi 18 Mei. Dominasi Dolar AS terhadap mata uang-mata uang mayor diperkirakan akan kembali menembus level 105, tertinggi dalam dua dekade.

Yen Hentikan Penurunan Versus Dolar AS
Kendati demikian, keunggulan Dolar AS tidak berlaku terhadap Yen. Setelah terpuruk dalam beberapa minggu, mata uang Jepang tersebut menghentikan pelemahannya. Dalam kesempatan yang langka, bank sentral Jepang (BoJ) menunjukkan kekhawatiran akan penurunan nilai tukar Yen ke level rendah dua dekade. Saat berita ini ditulis, USD/JPY diperdagangkan di 134.18 yen.
Setelah pertemuan dengan mitra Bank of Japan (BOJ), diplomat mata uang utama Jepan, Masato Kanda, mengatakan kepada wartawan bahwa Tokyo akan mengambil tindakan yang tepat sesuai kebutuhan. Hal itu ditengarai sebagai sebuah tanda bahwa Jepang mungkin semakin dekat untuk melakukan intervensi pasar dalam upaya untuk menangkal penuruan Yen lebih lanjut.