Harga emas tergelincir ke level rendah satu bulan di sesi perdagangan Senin (14/Agustus) malam. Emas futures juga turun dalam level yang sama ke $1,938.60. Sedangkan emas spot turun 0.4% ke $1,906.69 per ounce, dan penurunan mulai mengecil saat berita ini ditulis. XAU/USD diperdagangkan di $1,910.74.

Para investor tengah menantikan katalis baru bagi emas, setelah data Inflasi AS pekan lalu. Dolar AS menguat setengah persen ke level tertinggi satu bulan di tengah Ekonomi China yang dinilai mengkhawatirkan. Para investor lebih memilih Dolar AS ketimbang emas, untuk menjadi safe haven aset mereka.

Biro statistik China melaporkan bahwa Inflasi Konsumen bulan Juli jatuh 0.3%. Belum lagi ekspor yang terus merosot selama tiga bulan berturut dan impor yang tak kalah rendah dengan penurunan lima bulan berturut. Ekonomi China disebut-sebut berada di ambang deflasi, seperti yang dialami Jepang.

Di sisi lain, Amerika Serikat justru sedang berjibaku menjinakkan inflasi. Pertumbuhan inflasi CPI Amerika Serikat di bulan Juli adalah 0.2%, stagnan dari sebelumnya sesuai dengan ekspektasi konsesus. Kondisi ini memunculkan harapan akan tidak diubahnya suku bunga The Fed. Perubahan suku bunga sangat diantisipasi oleh trader emas.

“Kami terus melihat penurunan yang cukup signifikan pada long exposure emas dan peningkatan signifikan pada short exposure. Investor spekulatif keluar dari emas dan ekspektasi suku bunga merupakan faktor besar di sini,” kata Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities.

Pekan ini, pasar akan fokus pada data Retail Sales AS dan notulen FOMC. Menurut ekonom ACY Securities, Clifford Bennett, jika notulen The Fed hawkish, maka harga emas bisa anjlok ke level rendah $1,900 atau bahkan $1,880.

“Secara teknis, saat ini emas dapat bergerak di bawah level $1.900 tanpa banyak halangan. Kita telah mencapai level support baru-baru ini dan jalurnya cukup terbuka bagi emas untuk tren lebih rendah karena suku bunga jangka pendek bergerak lebih tinggi,” lanjut Melek, senada dengan Clifford.